Rabu, 18 Juli 2007

Meniru? Kenapa Tidak!?

Tahu apa kata utama yang paling sering diucap dalam pembahasan mengenai pemasaran (marketing)? Diferensiasi. Perusahaan harus mampu mencari keunikan produk untuk memperoleh keunggulan kompetitif di pasar. Karena, perusahaan dapat menghindari diri dari komoditasi produk yang akan memicu persaingan harga. Lebih lanjut, karena menawarkan sesuatu yang baru, perusahaan dapat menikmati premium price.
Marketing is a game of differentiation. Jack Trout bahkan menyampaikan dengan sangat tegas mengenai diferensiasi ini, "differentiate or die" (bedakan atau mati).
Banyak contoh yang dapat dilihat dengan mudah di kehidupan sehari-hari.
Kartu kredit Citibank dengan fasilitas 1 bill (semua tagihan dapat dibayar lewat kartu kredit) membuat para pemegang kartunya tidak dapat lepas dari kartunya. BCA menjadikan dirinya payment gateway yang hampir tidak tertandingi saat ini. Ada bankir yang mengatakan pada saya, BCA adalah windows-nya pemegang rekening. Suka atau tidak, harus punya rekening di sana. Perkara kualitas layanan, biaya, keaktifan rekening dan lain-lain merupakan hal kedua.
Tetapi, mencari diferensiasi bukan perkara mudah. Ia membutuhkan banyak sumber daya. Beberapa di antaranya, komitmen manajemen, sumber daya manusia yang andal dan kreatif, kesiapan organisasi untuk mencoba hal-hal baru, waktu dan dana. Kemudian, tidak ada jaminan bahwa hal baru yang diperkenalkan ke pasar dapat diterima dengan baik. Risiko gagal selalu merupakan faktor yang melekat pada setiap inisiatif baru.
Bagaimana bila perusahaan tidak memiliki sumber daya tersebut? Atau, katakanlah, diperlukan counter initiative yang cepat karena pangsa pasar makin tergerus oleh inovasi pesaing? Jawabannya adalah meniru, walaupun tentu saja, meniru tidaklah cukup. Perusahaan juga harus mampu untuk melakukan inovasi-inovasi baru yang belum pernah diciptakan oleh pesaing.
Mengutip apa yang ditulis oleh Jopie Jusuf, seorang praktisi strategi bisnis, ada beberapa alasan untuk meniru. Pertama, seiring dengan munculnya produk tiruan, produk pesaing yang tadinya baru menjadi tidak baru lagi. Ricard D'Aveni mengatakannya sebagai neutralizing the competitive advantage (menetralisasi keunggulan kompetitif).
Seiring dengan hilangnya aspek "kebaruan" tersebut, pesaing tidak dapat lagi menikmati premium harga. Atau setidaknya, premium tersebut mulai berkurang. Misalnya, harga iPod mulai menurun sejak munculnya produk sejenis dari pesaing-pesaingnya di pasar, seperti Creative, Samsung, dan lain-lain. Memang belum ada produk-produk pesaing tersebut yang mampu menyaingi kehebatan iPod, tetapi nilai "ke-baru-an" yang ditawarkan oleh iPod mulai menghilang dengan hadirnya produk-produk dari pesaing.
Kedua, meniru mengurangi biaya dan risiko pengembangan. Aqua mengeluarkan banyak biaya untuk mengedukasi pasar Indonesia sebelum sukses. Setelah itu, pengikutnya hanya tinggal ikut menikmati rejeki dari membesarnya market size.
Ketiga, dengan meniru dan membuat produk sejenis, perusahaan dapat mempertahankan pelanggannya. Perusahaan juga harus ingat, bahwa biaya untuk mengakuisisi pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan yang ada. Hal ini terjadi sangat jelas di produk tabungan perbankan. Masih segar di ingatan kita, pada tahun 1990-an, BCA mengeluarkan tabungan berhadiah (Tahapan). Produk ini terbukti sukses di pasar, penghimpunan dana mereka langsung meningkat tajam setelah diluncurkannya produk tersebut, dan keberhasilan ini pada akhirnya memancing pesaing-pesaing lain untuk ikut mengeluarkan produk serupa. Untuk mencegah laju gempuran produk tersebut, muncullah produk tiruan dari bank-bank lain, sebagai contoh, Tabungan Kesra, di mana salah satu motor penggeraknya adalah Panin Bank. Hingga saat ini, semakin banyak bank-bank di Indonesia yang menawarkan beraneka ragam hadiah yang menarik untuk menjaring para nasabah agar mau menyimpan uangnya di bank-bank mereka.
Paling manis bila perusahaan dapat memanfaatkan dengan baik produk tiruannya dan mengambil keuntungan dari sana. Sebagai contoh, BCA bukanlah bank yang pertama kali mengeluarkan kartu debet di Indonesia, melainkan Bank Bali (setelah di-merger oleh pemerintah, sekarang berubah nama menjadi Bank Permata). Tetapi, kita tahu, bahwa hingga saat ini, Debit BCA adalah pemimpin pasar di sektor kartu debet.
Contoh lain adalah Bank Mega dengan Mega Super Bonus 400 Xenia di tahun 2005. Pada dasarnya, seluruh bank besar di Indonesia selalu memberikan hadiah untuk tabungannya. Misal, Tahapan BCA masih terus memberi hadiah yang jumlahnya jauh lebih banyak. Namun, apa positioning yang berhasil dilakukan oleh Bank Mega? Iklannya mengatakan dengan sangat jelas, bahwa peluang nasabah untuk mendapatkan hadiah akan lebih besar, karena di setiap cabang pasti ada pemenangnya. Sederhana, tapi sangat manis.

Jadi, meniru? So what…gitu lho!?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Google Search



Google