Kamis, 07 Agustus 2014

Being Zuperb Salesman

Wheeww… It’s been quite some time juga yaa tidak menulis disini lagi??? And before I start my sharing session again, please allow me to humbly say: Minal aidin wal faidzin, Mohon maaf lahir dan batin untuk semua Umat Muslim yang merayakannya… ‘Met Lebaraaannnn…
Anyway, it feels so Good to be back here though…

Seperti biasa, sebelum masuk ke main course, harus selalu ada opening course, bukan?
So, let's start the foreplay then, shall we?

Jika mendengar kata Sales, biasanya yang langsung muncul di benak banyak orang (termasuk salah satunya di dalam banyak orang itu adalah Mama saya) adalah Berjualan, dan biasanya juga di kepala kita langsung disertai dengan image Penjual yang mengenakan pakaian necis sambil menawarkan produknya dari rumah-ke-rumah sambil membawa koper dan katalog dari produk-produk yang akan dijual, atau dalam bahasa bisnis, penjual seperti ini biasa disebut dengan Direct Selling (penjualan produk langsung ke konsumen akhir).
Bayangan kebanyakan orang ini memang tidak sepenuhnya salah, tetapi di zaman teknologi-informasi yang semakin berkembang pesat seperti saat ini, rasanya sudah semakin jarang kita lihat di lingkungan kita para tenaga penjual (Sales Person) seperti yang saya gambarkan di atas. Dengan berkembangnya media penjualan juga telah mempengaruhi banyak perusahaan untuk merubah model bisnis dan terutama strategi penjualannya, termasuk di dalamnya mengembangkan tugas dan tanggungjawab sales people (plural/lebih dari 1 orang sales) mereka, dan tidak lagi hanya fokus dalam menghasilkan revenue bagi perusahaan, tetapi lebih dari itu, mereka juga diwajibkan untuk ikut memastikan unsur-unsur pendukung penjualan bekerja dengan baik, sehingga pada akhirnya hal ini akan secara otomatis bisa membantu perusahaan dalam meningkatkan penjualannya.
Nah, dalam sesi ini, saya akan menjelaskan sedikit, apa-apa saja yang perlu diperhatikan untuk bisa menjadi tenaga penjual yang Zuper. But, please take a very clear note as well, that I did not take any references for this sharing, and I only use my experience and knowledge instead. Jadi, kalau dirasa masih banyak yang kurang, mohon dapat dimaklumi :)

And finally, let’s start to the main topic then
Seperti yang sudah disampaikan di atas, bahwa sesuai dengan namanya, Sales dalam perusahaan adalah suatu bagian yang bertugas untuk menjual produk/jasa yang dihasilkan perusahaan. Dan karena salah satu tugas utama mereka adalah berjualan, maka otomatis mereka akan menerima uang dari setiap produk yang mereka jual, betul? Nah, karena tugas utamanya adalah menciptakan uang (profit-center), di beberapa industri Sales selalu dianggap sebagai ujung tombak-nya perusahaan, karena setiap rupiah yang masuk ke dalam perusahaan, salah satu dan sebagian besarnya berasal dan masuk melalui Sales. Atas dasar tersebut, tak jarang perusahaan yang cukup jor-joran untuk membahagiakan para salesman-nya (singular/seorang sales) dengan memberikan kompensasi dan benefit (C&B) yang sangat beragam dan luar biasa jika mereka mampu mencapai target yang diberikan perusahaan. Jadi, kalau mau cepat kaya, sudah tahu toh harus ke bagian mana Anda harus masuk di dalam suatu perusahaan? J but again, saya tidak mengatakan semua industri lho ya, tapi di beberapa industri dimana Sales memang merupakan ujung tombak bagi perusahaan. So, please let Google works first before You decided to change your direction to be a salesman ;)
Dengan banyaknya fasilitas dan kompensasi yang diberikan perusahaan, serta juga pasar yang berkembang pesat menjadi super kompleks seperti sekarang, dapat dikatakan wajar jika perusahaan kemudian menuntut lebih dari salesman-nya, dan tidak lagi hanya sekedar menuntut seorang sales untuk dapat mencapai target yang diberikan perusahaan, tetapi juga mewajibkan mereka untuk bertanggungjawab terhadap unsur-unsur pendukung penjualan, sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya.
Unsur-unsur penjualan yang dimaksud salah satunya adalah distribusi. Bagaimana seorang sales bisa melakukan penjualan jika mereka tidak memiliki satupun produk di etalase untuk dijual? Atau bagaimana konsumen dapat membeli produk jika produknya sendiri tidak pernah tersedia di tempat mereka biasa membeli suatu produk? Salah satu aktifitas distribusi yang perlu mendapat perhatian serius dari sales adalah tidak hanya memastikan ketersediaan produk di pasar, tetapi juga bisa memetakan pasar dengan baik, termasuk di dalamnya menentukan mana titik distribusi yang perlu mendapat kuantitas lebih, dan juga sebaliknya, mengetahui secara pasti, mana area yang merupakan kontributor penjualan terkecil, dan bisa menggali informasi sebanyak-banyaknya dari area tersebut, salah satunya adalah menggali faktor-faktor utama apa saja yang menyebabkan proses penjualan tidak bisa berkembang dengan baik.
Seorang sales juga harus dapat memastikan ketersediaan material pendukung untuk membantu kampanye suatu produk. Karena tak bisa dipungkiri, peran material pendukung tersebut sangatlah penting di pasar yang berkembang super cepat seperti sekarang. Aktivitas ATL (Above the Line) yang dilakukan, seperti iklan di televisi, radio atau media cetak hanya mampu memberikan informasi yang sifatnya temporer/tidak permanen. Oleh karena itu, material pendukung seperti poster, banner, flyer, dll, akan sangat berguna untuk melengkapi pengiriman pesan dari setiap produk yang ditawarkan perusahaan ke semua pelanggan, baik pelanggan tetap, maupun juga calon pelanggan yang belum pernah sama sekali menggunakan produk-produk dari suatu perusahaan. Dan siapakah bagian di dalam perusahaan yang paling tahu apakah material pendukung telah ter-install dengan baik di pasar? Tepat sekali, Sales-lah yang seharusnya mengetahui hal tersebut.
Sales yang baik juga harus bersedia untuk blusukan ke semua area penjualan mereka dengan tujuan untuk berhubungan langsung dengan para konsumennya atau para distributor akhir, dan mendapatkan masukan secara langsung mengenai produk yang mereka jual, termasuk di dalamnya menggali informasi sebanyak-banyaknya kekuatan serta kekurangan produk yang mereka jual, serta juga produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing.
*Jadi sebenarnya bukan Jokowi lho inventor blusukan—beliau hanya yang mempopulerkan wording blusukan—tetapi inventor sebenarnya siapa lagi kalau bukan Anda-Anda para Sales Zuper, bukan begitu, bukan?

Sales jugalah yang seharusnya berperan penting dalam menyampaikan ke perusahaan harapan dan keinginan pelanggan akan suatu produk, mengingat saat ini adalah customer’s era atau zaman dimana konsumen-lah yang berperan dan memiliki kendali penuh untuk menentukan produk seperti apa yang mereka mau dan akan mereka beli, sehingga perusahaan pun tidak bisa lagi seenaknya membuat suatu produk tanpa sebelumnya mendengarkan terlebih dahulu keinginan dan kebutuhan konsumen dari setiap produk yang akan mereka hasilkan.
Terakhir, rasanya akan sangat sempurna jika seorang sales tidak hanya bisa membaca data, tetapi juga bisa mengolah dan menganalisa suatu data sehingga data tersebut bisa menjadi suatu informasi yang dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, dan bukan hanya sekedar bisa membuat laporan data yang memang sudah menjadi kewajibannya untuk dikirimkan ke atasan mereka secara berkala. Karena seperti yang sudah disampaikan, Sales yang Zuper haruslah bisa memetakan pasar, persaingan, serta juga kekuatan dan kelemahan internal. Pada prakteknya, penggunaan dan pengolahan data oleh Sales bisa sangat berkembang, bahkan hingga hal terkecil sekalipun. Melalui data, salesman bisa membuat simulasi dan estimasi penjualan, baik di suatu area ataupun dari suatu program penjualan yang akan dijalankan. Salesman juga bisa melihat secara langsung atau membuat estimasi pencapaian penjualan atau performance mereka secara keseluruhan, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan dengan pengolahan data yang dimaksud.
Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi-informasi seperti sekarang, dimana sudah semakin banyak aplikasi pendukung yang dapat digunakan oleh Sales untuk memetakan pasar dan industri secara menyeluruh, dimana hal ini akan memudahkan, tidak hanya salesman, tetapi juga departemen pendukung terkait untuk melihat dengan lebih jelas kondisi pasar di areanya masing-masing, dan tentunya hal ini diharapkan akan dapat membantu memudahkan semua pihak untuk merencanakan serta mengeksekusi strategi terbaik untuk mengembangkan penjualan, tidak hanya di area-area yang memang sudah bagus, tetapi yang terutama adalah mengembangkan penjualan di area-area yang penjualannya masih kecil atau sangat sulit untuk berkembang.
Khusus untuk hal terakhir di atas, akan sangat dibutuhkan kemauan dan kesabaran yang sangat besar untuk kembali belajar dari awal, bagaimana cara mengolah suatu data, aplikasi/program apa yang dibutuhkan, bagaimana cara mengoperasikannya, dll, dimana tentunya hal ini juga akan sangat menyita waktu. Tetapi jika melihat hasil yang akan didapat, pastinya waktu yang terpakai tidak akan terbuang secara sia-sia. Toh, apapun yang kita lakukan dalam hidup kita ini adalah suatu pelajaran, bukan? Dan tentunya semua kembali ke pilihan kita masing-masing, apakah pelajaran yang kita pilih saat ini akan bermanfaat secara positif atau negatif bagi hidup atau karir kita di masa yang akan datang. Satu hal yang pasti, jangan pernah berharap untuk mendapat hasil yang maksimal jika yang kita lakukan saat ini masihlah minimal. There will be no maximum results from minimum actions No Pain, No Gain…!!!

Akhir kata, sebenarnya masih sangat banyak hal-hal yang perlu diketahui untuk menjadi Sales Zuper, but since it’s late already (alesan utamanya sih takut pembaca jadi bosen karena kepanjangan), so I will be just stopped right here, right now =)

Semoga bisa bermanfaat and I’ll see you soon on another sharing of course Good Luck…!!!

Written by Bramasto Ari Wibowo
From Jakarta at 01:44 AM—with no editing and anything at all
Friday, Aug 08, 2014

Selasa, 02 Juli 2013

Industri Telekomunikasi Indonesia 2013

Industry telekomunikasi (selanjutnya telko) di Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu industry dengan pertumbuhan tercepat dalam kurun waktu 1 dekade terakhir. Semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional selama beberapa tahun terakhir telah memicu meningkatnya pendapatan kalangan menengah yang merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian Indonesia. Kalangan menengah ini jugalah yang telah memberikan kontribusi terbesar bagi industry telko di Indonesia untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan sangat luar biasa.
Sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial di mata para investor, dan tidak hanya menguntungkan bagi industry telko semata—yang memang membutuhkan basis pengguna yang besar untuk dapat terus survive—tetapi juga untuk industry lainnya yang memang bisa memanfaatkan jumlah penduduk yang sangat besar ini untuk menjadi sumber uang dan pendapatan mereka, baik untuk jangka pendek, dan terutama untuk jangka panjang.
Sejarah membengkaknya jumlah pengguna handphone di tanah air bermula dari penawaran tariff murah oleh salah satu operator yang menawarkan tariff hampir Rp 0/gratis di awal tahun 2000 silam. Satu demi satu calon pelanggan yang menganggap handphone sebagai barang mahal pun pada akhirnya mulai melirik handphone untuk melengkapi gaya hidup serta kebutuhan komunikasi mereka sehari-hari. Ditambah dengan karakter kebanyakan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan pembelian dan kepemilikan produk berdasarkan gengsi ketimbang kebutuhan, pasar handphone di Indonesia pun akhirnya meledak, dimana ledakan ini tidak hanya memberikan banjir dan tsunami fulus bagi para operator, tetapi juga bagi para vendor-nya, terutama bagi distributor produk telko dan produsen handphone, yang pada saat itu masih didominasi secara besar-besaran oleh Nokia.
Membludaknya pengguna handphone ini pada akhirnya memacu korporasi-korporasi besar, baik lokal maupun internasional untuk berinvestasi di pasar telko Indonesia, yang pada saat itu sedang mencari bentuk bisnis idealnya. Kendati industry telko merupakan industry yang sangat padat modal, tetap tidak membuat gentar banyak perusahaan yang memiliki modal besar untuk berlomba-lomba mengejar keuntungan yang disuguhkan oleh pasar telko Indonesia. Terbukti, dari hanya 3 operator yang bermain di awal, Indonesia sempat memiliki lebih dari 10 operator (GSM dan CDMA) dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
Banyaknya operator yang bermain tentunya telah membuktikan betapa sexy-nya pasar ini, dan membuat persaingan jadi semakin memanas. Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu negara dengan tariff telepon seluler paling mahal se-dunia. Namun, hanya dalam periode beberapa tahun, peringkat itupun langsung turun dengan sangat drastis, dimana Indonesia juga pernah menjadi Negara dengan tariff telepon seluler termurah di dunia, dimana ini merupakan dampak dari ketatnya persaingan di industry telko di Indonesia. Perang Tariff, perang iklan, kualitas & merk sudah merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan seringkali persaingan yang tidak sehat ini dibawa ke dalam materi iklan televisi komersial mereka, yang memang tujuan utamanya adalah untuk menjelek-jelekkan dan menjatuhkan operator lain, dan menggiring konsumen untuk menggunakan produk operator tersebut.
Tidak mengherankan, dengan total uang beredar yang mencapai + Rp 150 Triliun di industri ini hingga 2013 sekarang, telko telah memikat banyak pemain/investor untuk datang dan ikut berperang. Hingga kini, sebagian kecil operator telah berhasil memenangkan peperangan dan menikmati hasil kemenangannya di mayoritas kota-kota besar di Indonesia. Hasil dari peperangan tersebut, sama seperti peperangan pada umumnya, ada yang sudah angkat kaki dan menjual asset/saham-nya yang tersisa ke pemain lain selagi masih ada kesempatan. Ada juga yang hingga kini masih memutuskan untuk terus bertahan, kendatipun dalam kondisi yang sangat tidak sehat, tidak sanggup untuk ikut terus berperang, dan tentunya dalam jangka panjang, jika terus-menerus mengalami kondisi seperti ini, maka dipastikan juga tidak akan mampu untuk terus bertahan dari gempuran dan serangan pemain-pemain besar yang ingin memperluas area jajahannya dengan merebut sisa-sisa kekuasaan (pengguna aktif yang masih loyal/telco-users) yang masih dimiliki oleh pemain kecil ini.
Sebagai tambahan, industry telko ini tidak hanya sexy di mata investor, tetapi juga bagi para pencari kerja, dikarenakan industry telko merupakan salah satu industry dengan bayaran tertinggi setelah Pertambangan (mining), dan hampir setara dengan industry Perbankan (banking) di Indonesia. Dengan Total Cash sebagai magnet, tidak akan sulit rasanya bagi industry telko untuk mencari dan merekrut talenta-talenta terbaik yang bisa membantu operator dalam memenangkan persaingan di industry telko nasional, serta mencapai target-target bisnisnya secara keseluruhan.


Telco, Now & Then…
Tumbuh dan berkembangnya bisnis telko di Indonesia tidak hanya berhenti sampai disini. Dengan semakin matangnya pasar dan juga pemain-pemain telko, kualitas dan inovasi pun terus ikut mengalami peningkatan. Dari sisi operator, kedua hal tersebut juga merupakan penentu dan kunci kemenangan mereka dalam bersaing di pasar telekomunikasi nasional untuk jangka panjang. BTS-BTS baru di banyak area terus bermunculan, kendatipun area tersebut tidak menguntungkan secara perhitungan bisnis, dan hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke pelanggan. Tariff serta produk, baik baru ataupun lama, juga terus diluncurkan dan mengalami perubahan seiring meningkatnya jumlah pengguna baru dengan kebutuhan telekomunikasi yang berbeda-beda antara satu pengguna dengan pengguna lain. Siklus produk baru pun menjadi lebih pendek dikarenakan kompetisi serta karakter pengguna yang seringkali berubah dengan sangat cepat, dan operator pun juga harus ikut beradaptasi mengikuti perubahan ini.
Kini, pasar telekomunikasi di Indonesia bisa dikatakan sudah mulai memasuki fase kejenuhan. Total pengguna chip telepon (biasa disebut dengan SIM Card) yang beredar dan aktif digunakan di Indonesia sendiri sudah hampir menyentuh angka 250 Juta pengguna. Padahal total penduduk di Indonesia hanya mencapai 230 Juta-an. Hal ini juga tidak mengherankan, melihat kondisi saat ini dimana handphone sudah tidak lagi menjadi kebutuhan pelengkap bagi banyak orang, melainkan sudah naik menjadi kebutuhan utama/primer. Sama seperti kebutuhan primer lainnya yang setiap bulan (bahkan setiap minggu) selalu rutin dikonsumsi minimal sekali, reload (isi ulang pulsa) pun selalu rutin dilakukan oleh pengguna SIM Card minimal satu kali sebulan. Tapi tidak sedikit juga yang melakukan pengisian ulang pulsa berkali-kali dalam periode waktu 1 (satu) minggu, dan bahkan 1 (satu) hari, meskipun amount-nya tidak terlalu besar, dan hanya mengisi pulsa Rp 1,000 sampai Rp 5,000 per pengisian pulsa. Variasi nilai pengisian pulsa ini juga merupakan bentuk inovasi produk dari operator untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk melakukan pengisian pulsa sesering dan sebanyak mungkin.
Penggunaan internet yang semakin massive saat ini juga telah merubah wajah industry telko secara keseluruhan. Untuk hal ini, rasanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia, dimana operator sekarang saling berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas koneksi dan kecepatan internet-nya untuk menjaring pasar baru. Tingginya penggunaan internet telah banyak memunculkan perusahaan-perusahaan baru yang membuat berbagai macam aplikasi untuk menggantikan produk utama operator, yaitu telepon (voice) dan sms (short message services), yang selama ini telah menjadi pemasukan utama bagi semua operator yang beroperasi di Indonesia. Kendati masih belum semua pengguna telepon bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi tersebut, dikarenakan handphone yang digunakannya juga harus men-support koneksi ke internet, tetapi dalam jangka panjang, aplikasi seperti ini akan menjadi ancaman bagi operator, karena produk substitusi ini terbukti bisa menggerus pendapatan utama operator dari telepon dan sms.
Besarnya jumlah pengguna SIM Card yang sudah melebihi jumlah penduduk Indonesia sekarang tidak lepas dari peran serta Teknologi dan Informasi (IT) yang juga ikut berkembang dengan sangat pesat. Banyak produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan yang bergerak di bidang IT ini yang membutuhkan SIM Card untuk dapat digunakan dan beroperasi secara maksimal. Hingga akhirnya, semakin banyak pengguna local yang menggunakan lebih dari 1 (satu) SIM Card (multiple usage) agar produk IT lain selain handphone-nya bisa digunakan dan tidak hanya berfungsi sebagai pajangan atau pelengkap gengsi dalam pergaulannya semata. Tentunya Anda pun sudah tahu pasti, apa saja produk yang saya maksud barusan, karena produk-produk tersebut sudah sangat mudah ditemukan di pasaran disebabkan distribusi dan peredarannya yang juga sangat cepat. Sebutlah Smart Phone, Tab/Pad, modem, GPS, bahkan juga CCTV, yang baru bisa digunakan/beroperasi secara penuh setelah ditandemkan dengan SIM Card.
Ke depannya, produk seperti ini diprediksikan akan terus bermunculan dan semakin mudah didapatkan, dikarenakan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, serta juga inovasi dan kecanggihan produknya yang terus diperbaharui, yang semakin disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya, baik kebutuhan existing (saat ini), maupun kebutuhan di masa mendatang, yang sekarang mungkin masih belum disadari sepenuhnya manfaat utama dari kebutuhan tersebut untuk menunjang aktifitas dan kehidupan penggunanya sehari-hari.
Bagi operator sendiri, hal seperti ini merupakan kesempatan besar untuk membantu menambah pendapatan mereka, terutama di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan pasar yang semakin jenuh seperti sekarang.
Semakin berkembangnya pasar, yang didukung dengan meningkatnya pendapatan serta daya beli pelanggan tidak lagi menjadikan tariff yang murah sebagai senjata utama bagi setiap operator. Hal tersebut bisa saja tepat untuk memikat sebagian pelanggan, terutama pelanggan baru yang masih cenderung price-sensitive. Di mata pelanggan, tariff murah bisa membantu menghemat alokasi budget untuk pembelian pulsa, terutama bagi pelajar yang masih gemar mencoba-coba sesuatu yang baru, cenderung berubah-ubah pilihan, dan loyalitasnya akan suatu produk masih sangat kecil. Sementara bagi pelanggan lama, mengikuti tariff murah sama saja dengan mengganti nomor lamanya ke nomor baru dari operator yang berbeda, dimana bergonta-ganti nomor seperti ini juga akan membawa dampak tersendiri, dikarenakan si pelanggan tersebut harus memberitahukan nomor barunya ke semua teman-teman yang ada di phone book-nya. Aktifitas seperti ini pastinya akan membuang waktu pengguna lebih banyak, serta juga alokasi biaya tersendiri untuk mem-broadcast nomor baru ke semua teman-temannya. Tetapi secara internal perusahaan, penurunan tariff bisa membawa resiko yang sangat besar, salah satunya adalah resiko akan kecilnya Return on Investment (ROI) yang akan diperoleh oleh perusahaan jika jumlah pelanggan baru yang didapat tidak sebanding dengan investasi yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk menurunkan tariff mereka. Oleh karena itu, dengan kondisi seperti sekarang, peningkatan kualitas jaringan, pelayanan serta juga inovasi produk merupakan hal yang teramat penting.
Apapun strategi yang dipilih, operator harus lebih cermat dan berhati-hati dalam merencanakan serta menjalankan strategi untuk menggaet setiap pelanggan baru. Jangan sampai perusahaan merugikan dan mengorbankan sumber daya internal yang dimiliki, karena jika sampai kondisi tersebut terjadi, soliditas Karyawan yang selama ini terbentuk akan turut terkena imbasnya; dimana selanjutnya akan lebih sulit bagi perusahaan untuk mengimplementasikan strategi terbaiknya dengan kondisi internal yang bergejolak, kurangnya motivasi Karyawan untuk men-support perusahaan dalam mencapai target-target bisnisnya, dan di sisi lain, dengan formasi team baru yang belum memahami kondisi bisnis secara menyeluruh, akan membawa resiko jangka pendek tersendiri bagi perusahaan. Keeps focus on moving forward, but never left your people behind.

Majulah terus Industri Telekomunikasi Indonesia…!!!

Written by Bramasto Ari Wibowo
Published on Jul 02, 2013

Jumat, 28 September 2012

ASTRA INTERNATIONAL

Tidaklah asing di telinga kita mendengar nama perusahaan sekaliber ASTRA INTERNATIONAL (AI). Group Konglomerasi asal Indonesia yang pada tahun 2012 ini menginjak usianya yang ke-55 tahun, saat ini tercatat sebagai perusahaan swasta dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham Indonesia. Didirikan oleh mendiang William Soeryadjaya bersama saudaranya pada tahun 1957, fokus bisnis Astra di awal kemunculannya adalah pada perdagangan umum dan ekspor-impor. Nama Astra sendiri diambil dari kata Astrea, yang berarti dewi keadilan dalam mitologi Yunani.
Dengan berpedoman pada Catur Dharma sebagai filosofinya, hingga kini Astra telah menjelma menjadi grup konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia dengan total 158 anak perusahaan, dimana tidak hanya sektor otomotif di pasar domestik yang berhasil dikuasainya (baik roda dua maupun roda empat), tetapi, Astra juga fokus menggarap 5 (lima) sektor lainnya yang dijadikan sebagai bisnis inti dan sumber pemasukan utama perusahaan, yaitu jasa keuangan, alat berat & pertambangan, agribisnis, infrastruktur dan logistik, serta teknologi informasi.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi tahun 2011 lalu, AI berhasil meraup pendapatan bersih sebesar Rp 162,56 triliun, atau naik sebesar 25.06% dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 129,99 triliun. Sementara untuk laba bersih, perseroan berhasil mencetak laba bersih 10.94% dari total pendapatan bersih, atau sebesar Rp 17,83 triliun di tahun 2011. Tidak hanya pendapatan dan laba bersih yang mengalami peningkatan, kapitalisasi pasar AI pun mengalami peningkatan yang cukup drastis, dari Rp 220,84 triliun di tahun 2010, menjadi Rp 299,58 triliun di tahun 2011, atau naik sebesar 35.66% dari tahun 2010.
Pertumbuhan kapitalisasi pasar AI ini otomatis semakin mengukuhkan posisi AI sebagai perusahaan termahal di Indonesia, dan juga semakin memperbesar jarak dengan Bank Central Asia (BCA) yang merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) setelah Astra International di tahun 2011, dengan kapitalisasi pasar senilai Rp 195,27 triliun. Dengan segudang prestasi yang berhasil ditorehkan manajemen Astra sepanjang tahun 2011 lalu, tidak mengherankan jika saat ini perusahaan yang 50% sahamnya dimiliki oleh Jardine Cycle & Carriage ini juga tercatat sebagai perusahaan yang memberikan bayaran termahal untuk para eksekutifnya (Dewan Direksi dan Komisarisnya).
Berdasarkan data yang diambil dari Majalah SWA, di tahun 2011, Astra mengalokasikan 2,69% dari Laba Bersih, atau senilai Rp 575,75 miliar, untuk membayar Dewan Direksinya. Dengan Total Anggota Direksi yang berjumlah 9 orang, maka rata-rata Total Cash yang diperoleh oleh masing-masing Direksi Astra adalah sebesar Rp 63,97 miliar. Total Cash disini termasuk gaji, tunjangan, fasilitas, bonus, dll. Sungguh luar biasa bukan?
Dengan total karyawan mencapai hampir 170,000 orang, tentunya tidak mudah untuk bisa menjadi salah satu petinggi di anak usaha Astra International. Namun, kendati memiliki banyak anak usaha, Astra termasuk satu dari segelintir perusahaan di Indonesia yang paling jarang melakukan pembajakan eksekutif dari luar perusahaan. Grup ini selalu memprioritaskan talent-talent dari kalangan internal Astra sendiri untuk didapuk sebagai Direksi dan Komisaris di anak usahanya. Kebutuhan untuk melahirkan calon-calon pemimpin dari dalam tubuh internal sendiri telah diantisipasi sejak lama oleh manajemen Astra yang terdahulu. Sejak tahun 1970, grup usaha ini telah mengirimkan banyak karyawannya untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan bisnis, baik di dalam maupun luar negeri. Kemudian, pada tahun 1989, Astra pun mendirikan Astra Executive Training Centre, yang kemudian berubah nama menjadi Astra Management Development Institute [AMDI] di tahun 1993.
Di lembaga internal inilah para calon pemimpin Astra ditempa. Mulai dari level supervisor hingga direktur, mereka semua diberikan materi, tidak hanya mengenai kepiawaian dalam berbisnis, tetapi juga penanaman kultur perusahaan yang menekankan akan pentingnya kerja tim daripada kerja individu. Tak akan pernah hilang dari ingatan saya, dimana atasan saya sewaktu bekerja di salah satu anak usaha Astra dulu kerapkali menekankan, “We Are SUPER TEAM, not SUPER MAN”!!
Dari periode 1993 hingga sekarang, masih belum terdengar kabar bahwa grup ini telah membajak professional dari luar. Hal ini menandakan, AMDI telah terbukti berhasil melahirkan banyak pemimpin-pemimpin berkualitas (termasuk CEO) untuk memenuhi kebutuhan 158 anak usaha Astra International.
Harus saya akui, saya pribadi sangat menyukai diskusi ataupun membaca artikel mengenai Astra dan juga seluruh anak usahanya dari semenjak saya duduk di bangku kuliah S-1. Bahkan hingga S-2, saya tidak pernah berhenti mencari dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya tentang Astra, sampai pada suatu waktu, saya pun bertekad untuk bisa bekerja di Astra International setelah saya menyelesaikan kewajiban kuliah S-2 saya.
Gayung pun bersambut, doa saya ternyata didengar. Setelah melalui proses seleksi yang cukup panjang, saya pun resmi bergabung di salah satu anak perusahaan Astra yang bergerak di bidang penyewaan kendaraan bermotor sebagai Management Trainee untuk Sales Supervisor pada bulan Agustus tahun 2007. Hal ini juga menandai awal perjalanan karir saya di dalam dunia pekerjaan. Tidak lama bergabung, saya pun ditempatkan di Palembang untuk lebih memperdalam pengetahuan dan kemampuan saya di area Sales. Meskipun tidak terlalu lama bergabung di Astra (hanya 1 tahun), tetapi harus saya akui, sangat membanggakan dan sungguh menarik jika mengingat perjalanan karir saya di Astra dulu. Hingga kini, saya pun masih memendam keinginan untuk kembali ke Astra suatu saat setelah saya memiliki pengalaman dan jam terbang yang cukup tinggi sebagai professional bisnis.
Sekedar bernostalgia, salah satu hal yang paling menarik bagi saya dulu adalah acara genba (gerakan turun ke bawah) yang rutin dilakukan setiap tahun, tidak hanya oleh Dewan Direksi dari induk perusahaan Astra International, tetapi juga Dewan Direksi dari masing-masing anak usaha Astra. Secara singkat, genba adalah system komunikasi yang sudah dilakukan sejak lama di Astra, dimana Dewan Direksi dan Presiden Direktur Astra International akan turun ke daerah-daerah, mengunjungi kantor cabang anak usaha Astra yang ada di masing-masing daerah, mensosialisasikan strategi dan program perusahaan secara keseluruhan, serta juga berinteraksi dan berkomunikasi dengan seluruh Karyawan dari semua anak usaha Astra yang ada di daerah. Bagi saya, pelaksanaan genba ini amatlah sangat penting, tidak hanya dari sisi penyampaian komunikasi yang sangat efektif ke level bawah perusahaan, tetapi juga untuk lebih meningkatkan sinergi bisnis anak usaha Astra yang satu dengan yang lainnya. Sinergi tidak akan muncul jika tidak diawali dengan kekompakan dan kedekatan antar sesama anak usaha Astra, dan kekompakan serta kedekatan ini didapatkan melalui persiapan genba yang membutuhkan kerja tim dari semua anak usaha Astra yang ada di daerah yang akan dikunjungi oleh Dewan Direksi.
Akhir kata, apa yang telah disampaikan diatas merupakan segelintir contoh prestasi yang berhasil ditorehkan Astra International di jagat bisnis nasional hingga kini, dimana semua prestasi tersebut bukanlah sesuatu yang bisa mereka dapatkan dengan mudah dan singkat, tetapi harus melewati jalan yang sangat panjang nan berliku. Apalagi dengan jumlah anak usahanya yang sangat banyak, tentunya tidak mudah untuk bisa mengarahkan seluruh anak usaha tersebut untuk dapat berjalan di jalan yang sama dan pada akhirnya secara bersama-sama tiba di tujuan akhir yang telah ditentukan. Namun, dengan jam terbang dan pengalaman panjangnya, saya yakin Astra akan terus tumbuh dan berkibar sebagai perusahaan nasional terbaik dan terbesar yang betul-betul layak mendapatkan predikat an Asset to the Nation. Well Done!!!

Minggu, 26 Agustus 2012

Who's Your Role Model???


Kita semua pasti mengetahui bahwa manusia adalah makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, dan manusia juga merupakan satu-satunya makhluk hidup yang diberikan tingkat intelektualitas tertinggi dibandingkan makhluk hidup lainnya yang ada di muka bumi ini. Pada dasarnya, tingkat intelektualitas yang diberikan ke masing-masing kita adalah sama, dan ibarat tanaman, daya intelektualitas ini pun akan tumbuh subur jika kita rajin merawatnya setiap hari. Sebaliknya, tanaman kepintaran yang telah dianugerahkan kepada kita pun akan dengan mudah layu jika sang pemilik tidak mampu merawat tanamannya dengan baik, cenderung membiarkan tanamannya layu, dan secara perlahan tapi pasti, tanaman tersebut akan mati dengan sendirinya.
Rasa-rasanya tidak akan ada sisi menariknya sedikitpun jika kita membicarakan tanaman yang layu hanya karena sang pemilik malas untuk merawat tanamannya.
So, let’s start to talk directly to the main topic…
Sederhananya, intelektualitas yang saya maksudkan di atas adalah kepintaran seseorang, yang tidak hanya pintar secara teori atau memiliki catatan nilai akademik diatas rata-rata, tetapi juga pintar dalam bidang non-akademik. Sebenarnya, penilaian dalam hal non-akademik ini sangatlah luas, tetapi izinkan saya untuk mengerucutkan definisi kepintaran yang saya maksud disini dengan analogi sederhana, dimana dalam hal ini, dengan kepintarannya seseorang harus mengeluarkan segala kemampuan dan kreatifitasnya untuk bisa menghadapi setiap masalah yang muncul, dan menjadikan masalah tersebut sebagai sebuah peluang dan modal untuk keberhasilan dan kesuksesan dirinya di masa yang akan datang.
Kepintaran ini jugalah yang banyak digunakan oleh sebagian besar orang untuk menggali, melatih dan terus mengasah bakat terpendam yang dimilikinya secara konsisten dan kontinyu, sehingga pada akhirnya, ia mampu menyuguhkan bakatnya secara maksimal dan membuat orang lain terpikat serta terkagum-kagum dengan pertunjukan bakat yang mereka suguhkan.
Orang-orang seperti inilah yang tidak hanya cemerlang dalam hal apapun, tetapi juga biasanya memiliki banyak penggemar atau idola, yang tidak hanya mengagumi bakat atau kepintarannya semata, tetapi juga berusaha meniru apapun yang dilakukan dengan harapan bisa meraih hasil kesuksesan atau keberhasilan seperti yang sudah diraih oleh idolanya dengan cara yang sama.
Orang-orang yang kita kagumi sebagai panutan, baik seseorang yang sangat ahli dalam bidang tertentu, memiliki jabatan yang tinggi di dalam sebuah organisasi atau perusahaan, atau bisa juga karena orang tersebut memiliki kemampuan atau kebiasaan yang menurut kita bisa dijadikan sebagai contoh dalam berperilaku dan bersosialisasi dengan orang lain di sekitar kita, biasa disebut sebagai Role Model.
Mengacu ke Wikipedia, Role Model adalah seseorang yang memberikan contoh, dimana perilakunya kerapkali dicontoh atau ditiru oleh orang lain. Singkatnya, Role Model tidak hanya seseorang yang kita idolakan, tetapi lebih dari itu, perilaku atau pencapaiannya mampu menginspirasi banyak orang, sehingga apa yang dilakukan oleh orang tersebut selalu dijadikan sebagai contoh untuk ditiru ke dalam kebiasaan dan perilakunya sehari-hari.
Orang yang biasa dijadikan sebagai Role Model ini pun beragam, dan bisa berasal dari berbagai macam kalangan, walaupun pada umumnya siapa pun bisa dijadikan sebagai Role Model, termasuk Anda-Anda yang sedang membaca artikel ini. But on this case, let’s take examples of artis/selebritis, pengusaha, professional, penyanyi, dokter, pengacara, bahkan bisa juga seorang ustad/imam/pendeta yang memiliki banyak umat dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Mengingat besarnya pengaruh Role Model dalam kehidupan kita sehari-hari, baik saat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain, maupun juga dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan hidup kita di masa yang akan datang, maka berhati-hatilah sebelum memilih seseorang untuk dijadikan sebagai Role Model, apalagi jika kita sudah tahu pasti bahwa apa yang dilakukan oleh calon Role Model tersebut telah banyak merugikan orang lain, dan tentunya hal yang sama juga tidak ingin kita lakukan, yang akhirnya akan ikut merugikan banyak orang jika perilaku dan kebiasaan yang sama juga ikut kita tiru dalam kehidupan kita sehari-hari.
Role Model kerapkali dipilih oleh seseorang, tidak hanya karena Role Model tersebut telah berhasil mencapai suatu keberhasilan sepanjang hidupnya yang mungkin saja tidak berhasil diraih oleh kebanyakan orang lainnya, tetapi juga karena perilaku Role Model tersebut semasa hidupnya telah terbukti bisa menjadi teladan yang cukup baik. Contoh Role Model seperti ini, sebut saja Nabi Besar dalam Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang semasa hidupnya telah banyak menorehkan hasil-hasil besar, tidak hanya dalam kehidupan beragama, tetapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari, baik dalam berdagang atau berbisnis, serta dalam pentas politik yang pada masa itu banyak dipenuhi oleh politikus-politikus kotor yang tidak dapat dipercaya, serta juga tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, yang bisa dijadikan teladan bagi banyak orang seperti Rasulullah SAW.
Namun, Role Model ini tidak selalu seseorang yang memberikan contoh atau keteladanan yang positif bagi orang lain, tetapi bisa juga seseorang yang memberikan contoh yang negatif, dan pencapaian atau kesuksesan yang diraihnya semasa hidup bisa dikatakan lebih banyak memberikan dampak yang negatif bagi banyak orang, ketimbang dampak positifnya. Ambil contoh Adolf Hitler, sang diktator Nazi yang telah membantai dan memburu banyak Yahudi ini tercatat memiliki banyak penggemar atau orang-orang yang masih mengidolakan Hitler hingga saat ini. Kendati tindakan sadis dan kejinya telah banyak meninggalkan dampak negatif dan kebencian yang sangat luas, khususnya di kalangan kaum Yahudi Eropa, tetapi tidak sedikit juga orang yang mengagumi sisi positif dari seorang Hitler. Hitler merupakan orator yang sangat hebat, dimana pidato-pidatonya selalu mampu menggugah, serta membakar motivasi para pengikut-pengikutnya. Hitler juga merupakan seorang nasionalis yang sangat mencintai negaranya, dan tidak pernah memanfaatkan pangkat dan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri atau keluarganya. Semua yang dimiliki banyak didedikasikan untuk negaranya, dimana hal ini terbukti dari sedikitnya jumlah tabungan dan asset yang dimilikinya selama menjabat sebagai pemimpin tertinggi Nazi pada masanya.
*) Catatan tambahan, bahwa disini penulis tidak bermaksud sedikitpun untuk mengajak para pembaca untuk mengidolakan atau membenci orang tertentu yang dijadikan sebagai contoh Role Model dalam bahan artikel ini.
Saya pribadi, sama seperti orang lain pada umumnya, memiliki banyak Role Model dari berbagai kalangan yang memiliki perannya masing-masing dalam kehidupan saya hingga saat ini, baik dalam kehidupan di keluarga dari mana saya berasal, di perusahaan tempat saya bekerja dan mencari nafkah, maupun juga di lingkungan tempat saya bersosialisasi dengan teman-teman. Peran Role Model dalam kehidupan saya pribadi amatlah sangat penting, karena mereka bisa memberikan contoh gambaran yang nyata akan masa depan yang saya inginkan.
Setiap kali memilih seseorang untuk dijadikan Role Model, saya selalu memulai dengan pertanyaan-pertanyaan, apakah Role Model yang saya pilih sudah terbukti berhasil menjadi seorang A, B atau C? Apakah ketiga pilihan tersebut sudah betul-betul merepresentasikan apa yang ingin saya capai dan apa yang ingin saya raih di masa depan? Lantas apa saja yang mereka lakukan sebelum mereka berhasil dan menjadi sukses seperti sekarang ini? Pertanyaan terakhir, apa yang sudah dilakukan orang lain tersebut, namun masih belum saya lakukan hingga saat ini?
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, saya memiliki banyak Role Model, dan Role Model tersebut telah banyak berganti-ganti, terutama setelah saya mengenal orang baru yang menurut saya lebih sukses atau lebih baik dalam banyak hal dari Role Model yang saya pilih sebelumnya. Kenal yang saya maksudkan disini bukanlah berarti Role Model yang saya pilih telah mengenal saya atau kami pernah bertatap muka, karena sejujurnya, tidak ada satupun orang-orang yang saya jadikan idola pernah bertemu dengan saya sebelumnya, hehehe, namun, saya mengenal mereka dengan baik karena saya banyak mencari-cari info tentang biodata idola saya tersebut, sehingga saya pun bisa tahu banyak mengenai latar belakang atau catatan kehidupan masing-masing idola saya, hingga pada akhirnya, saya bisa mengidolakan mereka dan bisa memasukkan mereka ke dalam List of My Role Model. Sebut saja beberapa diantaranya adalah Nabi Besar Muhammad SAW, Michael Jordan, Steve Jobs (alm), Michael D. Rusli (alm), Chairul Tanjung, dan termasuk CEO dari perusahaan tempat saya bekerja: Hasnul Suhaimi. Mereka-mereka adalah orang-orang hebat yang menurut saya perilaku, keteladanan dan kesuksesannya bisa dijadikan contoh, baik dalam perilaku kehidupan sehari-hari, maupun juga dalam perjalanan karir saya, yang saat ini masih dalam tahap awal proses perjalanan menjadi seorang professional (minimal Direktur) di suatu perusahaan besar saat usia saya menginjak 35 tahun nanti.
Namun, tidak hanya orang-orang tersebut yang selama ini telah banyak menjadi pembimbing gaib saya melalui kisah serta catatan perjalanan hidup dan kesuksesan mereka yang telah saya baca dan kumpulkan melalui banyak sumber, tetapi ada juga beberapa orang, yang menurut saya telah banyak berjasa dalam membantu saya, meskipun namanya tidak setenar orang-orang yang telah saya sebutkan sebelumnya. Mereka adalah Ayah dan Kakak Lelaki saya, yang selama ini telah banyak memberikan contoh, baik langsung maupun tidak langsung, bagaimana menjadi seseorang yang berhasil dalam pekerjaan, tetapi juga dengan tidak melupakan agama, keluarga, serta gaya hidup yang sederhana, atau kami di keluarga biasa menyebutnya dengan “Gaya Hidup Prihatin”.
Siapapun bisa menjadi apapun yang kita inginkan. Siapapun juga bebas dalam memilih dan menentukan siapa Coach/Role Model yang tepat, yang menurut kita bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi dan perilakunya dapat kita contoh atau tiru demi untuk menjadi seseorang yang kita inginkan di masa yang akan datang. Untuk menjadi seseorang yang berhasil, dibutuhkan kerja keras, ketekunan dan komitmen yang tinggi, dimana penggerak dari semua itu berasal dari diri sendiri. Orang lain atau siapapun, baik yang sehari-hari berada di sekitar kita, ataupun juga orang-orang yang hanya kita ketahui melalui koran, televisi, majalah atau internet, juga bisa memberikan kontribusi positif kepada kita untuk menjadi seseorang yang kita inginkan. Tetapi, peran serta dan kontribusi mereka dalam menginspirasi kehidupan kita tidak akan dapat berjalan maksimal selama kita tidak mau membuka diri untuk menerima masukan, saran atau kritik dari orang lain.
Hal terakhir yang harus diingat, sebelum kita menentukan dan memilih siapa Role Model kita, lihat dulu ke sekeliling kita, lihat ke masing-masing anggota keluarga yang kita miliki, apakah ada diantara mereka yang perilaku kesehariannya dapat kita tiru dan kita jadikan sebagai modal kesuksesan kita nantinya? Ingat, kita semua adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari.
Jika Anda sudah berkeluarga, tidak ada salahnya jika Anda meluangkan waktu Anda sejenak untuk introspeksi diri, apa saja hal-hal positif dan negatif yang sudah Anda lakukan di dalam keluarga dan pernah dilihat oleh istri dan terutama anak-anak Anda? Jika masih ada tindakan negatif yang masih Anda lakukan, segera hentikan mulai sekarang juga! Jangan sampai anak-anak Anda melihat dan merekam tindakan Anda di kepala mereka masing-masing, untuk kemudian suatu saat nanti mereka melakukan hal yang sama, dan menganggap apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang positif, karena mereka mempelajari hal tersebut dari Anda yang merupakan Kepala Keluarga di rumah. Keluarga adalah influence terbesar dan terdekat untuk anak-anak kita. Jangan sampai anak-anak kita setiap hari kita pertontonkan tindakan-tindakan negatif yang sama sekali tidak ada gunanya untuk mereka dan masa depan mereka. Karena bukan tidak mungkin, setiap anak mengidolakan orang tua mereka masing-masing, dan mereka ingin menjadi seperti orang tua mereka di masa yang akan datang.
Siapapun bisa menjadi Role Model, dan siapapun mempunyai kebebasannya masing-masing untuk menentukan dan memilih siapa orang yang tepat untuk dijadikan sebagai panutan atau Role Model mereka.

As long as choosing Role Model is priceless, choose them as much as you can. Emulate their good sides, and take away their bad sides.

We are what we think we are

Happy Choosing Guyz

Written by Bramasto Ari Wibowo
Published on Aug 26, 2012

Google Search



Google