
Masyarakat umum mempunyai persepsi tertentu tentang perlunya berpikir kreatif dan inovatif. Persepsi-persepsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berpikir bisa terbentuk dengan sendirinya.
2. Asal jalan dan menurut sistem dan aturan yang ada sudah cukup.
3. Berpikir seperti bernapas, makan, minum dan kegiatan yang bisa digolongkan otomatis atau berjalan sendiri.
4. Berpikir dan menemukan sesuatu yang baru adalah urusan atasan.
5. Bertanya terutama untuk mencari informasi akan merendahkan diri.
6. Takut melakukan kritik karena kritik adalah sesuatu yang tabu.
Cara pandang masyarakat seperti di atas pada praktiknya masih banyak dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita. Itu tidak salah, namun akan membuat kita semakin jauh tertinggal dengan negara lain, yang justru mendorong rakyatnya untuk terus berinovasi melalui kultur, budaya, dan kemudahan-kemudahan tertentu yang diterapkan di negaranya. Jadi, bagaimana seyogyanya kita menyikapi situasi seperti di atas?
Merajuk kepada apa yang dijelaskan oleh Ping Hartono, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menyikapi situasi seperti itu:
1. Fungsi pembelajaran mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi tidak hanya mengajarkan ilmu yang standar saja, tapi hal tentang kreatifitas, inovasi, dan sejenisnya harus dimasukkan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
2. Dunia pendidikan dan juga masyarakat perlu membantu mengajarkan bagaimana menyelesaikan sebuah masalah dan menciptakan solusi yang tepat, bukan malah membiasakan diri takut kepada masalah dan menghindarinya. Di negara kita sudah lazim terjadi, banyak orang tua yang justru sering menasehatkan kepada anak-anaknya untuk "tidak neko-neko, jangan macam-macam, nanti kalau gagal tahu sendiri akibatnya", dan hal-hal lain yang justru bisa menghalangi kreatifitas dan inovasi seseorang. Mengapa kita sebagai orang tua, sebagai pendidik tidak mencoba mengajarkan keberanian untuk 'out of the box' seperti, "Ayo, kamu pasti bisa, ayo, coba pikirkan dengan cara lain, jangan takut, kamu pasti bisa menyelesaikannya", dan sebagainya. Dengan semakin membatasi pemikiran anak, kemudian memanjakan mereka di saat sedang menghadapi masalah, dan selalu menakut-nakuti mereka dengan hal-hal yang pesimistik hanya akan membuat kreatifitas mereka menjadi tumpul, dan tidak adanya keberanian dalam mengambil suatu tindakan/keputusan. Biarkan anak menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri, dan tugas orang tua hanyalah memberikan bimbingan agar mereka tidak melakukan hal yang tidak benar.
3. Perubahan akan terjadi setiap saat. Masyarakat perlu belajar bagaimana menghadapi sebuah perubahan (change), terutama dengan mulai berubah dari diri sendiri lebih dulu.
Beberapa saat yang lalu ada pernyataan pemerintah di salah satu surat kabar yang berbunyi: "Pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi 5 negara besar dunia". Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita memulai sesuatu hal melalui impian, pikiran gila dan pandangan ke depan harus dan sangat baik. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, mampukah kita mulai sekarang meningkatkan kemampuan berpikir dan melakukan sesuatu yang belum dilakukan oleh negara-negara lain? Kemudian, meningkatkan kualitas manusia, termasuk cara berpikir, sehingga impian tersebut bisa menjadi kenyataan? Kalau belum ada tindakan yang konkret dengan kepemimpinan yang kuat, maka semuanya hanya merupakan impian belaka (just building castle castle in the air).
Alangkah indahnya jika negara kita mempunyai banyak orang yang mau menggunakan kreatifitasnya untuk melakukan hal-hal yang benar dan berguna bagi banyak orang, tidak hanya untuk menggunakannya untuk kepentingan pribadi semata.
"BERPIKIRLAH!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar