Ketatnya kompetisi dalam dunia bisnis telah membuat perusahaan harus memutar akal untuk membuat strategi terbaik agar bisa menang dalam berkompetisi. Segala macam cara ditempuh agar perusahaan bisa beradaptasi dengan perubahan dalam dunia bisnis.
Penunjukan CEO pun menjadi salah satu agenda terpenting bagi sebuah perusahaan, karena CEO merupakan tonggak yang mengatur dan mengendalikan operasional suatu perusahaan. Perdebatan mengenai pengangkatan CEO secara internal atau eksternal pun telah menjadi diskusi yang sangat panjang dan menarik untuk diperdebatkan.
Tidak hanya di luar negeri, tetapi juga di dalam negeri sendiri sudah banyak contoh-contoh kasus mengenai pengangkatan CEO, baik secara internal maupun eksternal.
Contoh yang masih hangat dalam benak kita adalah Telkom dan Jamsostek, di mana komisaris dari kedua perusahaan milik negara (BUMN) tersebut menunjuk orang luar untuk memimpin perusahaan, dan pada akhirnya berujung kepada pencopotan kedua CEO tersebut karena alasan ketidakcocokan antara CEO dan karyawan. Telkom sendiri saat ini telah menunjuk orang dalam, yaitu Direktur Keuangan untuk menjabat sebagai CEO menggantikan Arwin Rasyid. Selain itu, masih banyak juga contoh-contoh lain perusahaan lokal yang mengangkat CEO secara eksternal, dan performance perusahaan masih tetap dapat terjaga. Sebut saja Robby Djohan, mantan CEO Bank Mandiri, yang saat ini menjalani tugasnya sebagai CEO Bank Mega, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.
Sebelum perusahaan memutuskan untuk mengangkat CEO, baik itu secara internal maupun eksternal, ada baiknya jika mereka mengkaji terlebih dahulu secara mendalam satu per satu mana yang terbaik bagi perusahaan.
Mencari CEO dari luar, terkadang akan membuat pasar, para pemegang saham, dan para pegawai bingung. Hal itu juga akan mengindikasikan ketidakpercayaan dewan direksi pada pengembangan karyawannya sendiri, juga pada kinerja dan strateginya.
Mengangkat orang dalam sebagai CEO tidaklah merupakan sesuatu hal yang buruk. Setelah mempelajari imbal hasil pemegang saham sekitar 1.595 perusahaan di seluruh dunia dari tahun 1995 sampai 2005, firma konsultan Booz Allen Hamilton Inc. menemukan bahwa CEO yang berasal dari luar perusahaan biasanya berprestasi lebih baik ketimbang orang dalam untuk beberapa tahun pertama. Namun, prestasi itu perlahan-lahan menurun setelah dampak positif dari upaya-upaya perbaikan cepat--seperti pemangkasan biaya--mulai hilang.
Imbal hasil pemegang saham yang dibukukan CEO dari luar perusahaan dalam paruh pertama masa kepemimpinan mereka memang hampir empat kali lipat lebih tinggi dibanding CEO dari dalam. Median perolehan tahunan mencapai 8,6%. Tetapi paruh ke-2 masa kepemimpinan mereka mengecewakan. Imbal hasil tahunan turun 2,6%. Sementara itu, CEO dari kalangan dalam justru melonjak dengan kenaikan tahunan 1,1%. Seperti yang diungkapkan oleh Senior Vice President Booz Allen, Paul F. Kocourek, bahwa orang luar hanya pada awalnya saja mengambil langkah-langkah berani, tetapi kemudian mereka kehilangan aksi setelah 3-4 tahun.
Pada kenyataannya, memang masih banyak dewan direksi perusahaan yang mengangkat CEO terkenal dari luar. Tetapi, biasanya itu hanya dilakukan kalau mereka gagal memoles pengganti yang baik, ingin menunjukkan perubahan strategi, atau menghadapi masalah-masalah hukum yang menuntut perubahan.
Perusahaan-perusahaan asing yang pada awalnya mencari eksekutif dari luar tapi kemudian kembali mencari orang dalam antara lain Merck, Nike, dan Fannie Mae. Jim Collins, Good to Great, penulis dari buku kepemimpinan yang sangat laris itu menyatakan dukungannya atas tindakan dewan direksi dalam menunjuk CEO secara internal. CEO dari luar dianggapnya seperti pembunuh bayaran. Para eksekutif yang nomaden cenderung ambisius demi kepentingan diri sendiri, tidak untuk perusahaan di mana mereka belum begitu terlibat. Sementara itu, orang dalam kemungkinan memiliki komitmen lebih pada perusahaan yang telah menjadi "rumah professional"-nya sekian lama. Demikian menurut pengamatan Collins.
Pengangkatan CEO dari internal ataupun eksternal merupakan bahan diskusi yang menarik untuk diperdebatkan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan semua itu kembali kepada kebijakan perusahaan untuk menentukan mana yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar