Minggu, 01 Juli 2007

Antara MLM dan Multitipu-tipu

Ditulis oleh Joice Tauris Santi
Diambil dari Kompas, Sabtu, 30 Juni 2007

Setelah beberapa tahun yang lalu kita dihebohkan dengan berita menguapnya dana masyarakat yang terkumpul di Qurnia Subur Alam Raya, disusul dengan kisah yang paling baru, yaitu Wahana Bersama Globalindo. Akhir kisahnya sama, duit nasabah yang terkumpul raib, harapan untuk mendapatkan untung besar tinggal impian. Kisah ini seolah selalu berulang dengan versi yang berbeda-beda.
Rupanya, iming-iming keuntungan besar memang menjadi salah satu penarik khalayak ramai untuk turut serta dalam permainan uang ini. Tidak hanya pensiunan, karyawan, artis, pejabat, bahkan orang di kalangan pasar modal juga turut dalam permainan ini. Sialnya, karena sebagian operator permainan uang ini meminta anggotanya untuk merekrut anggota baru agar bisa mendapatkan bonus atau keuntungan, para penjual langsung yang ikut kena getahnya. Pasalnya, masyarakat tidak dapat membedakan mana perusahaan yang hanya melakukan permainan uang (money game) yang menggunakan skema piramida atau perusahaan yang menjual barang secara langsung (direct distributor atau multilevel marketing/MLM).
"Kebanyakan orang tidak dapat membedakan mana yang MLM dan mana yang MTM, alias multitipu marketing,"ujar Ketua Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Helmy Attamimi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Cara operator permainan uang (money game) dalam mengumpulkan dana dengan meminta nasabahnya menjaring orang sebanyak-banyaknya memang hampir sama dengan cara MLM menjual barangnya. Kemiripan cara inilah yang membuat masyarakat menyamaratakan bahwa MTM itu adalah MLM, atau MLM sama dengan MTM.



Janji imbal hasil tinggi
Permainan uang atau biasa disebut money game merupakan usaha penggandaan uang atau "investasi". Biasanya, perusahaan penyelenggaraan money game menjanjikan tingkat imbal hasil yang sangat tinggi dibandingkan dengan produk investasi yang ada, seperti deposito, saham, atau obligasi. Tidak seperti pemeo dalam bidang investasi, high risk high return, money game ini seakan mengecilkan resiko yang ada, tetapi menjanjikan keuntungan setinggi selangit. Jauh melebihi parameter bisnis maupun kinerja investasi jenis apa pun.
Money game Banyumas Mulia Abadi, misalnya, meminta nasabahnya untuk berinvestasi membeli paket investasi senilai Rp 1,5 juta dan dalam 21 hari akan mendapatkan bonus sebesar Rp 2,5 juta. Artinya, dalam waktu 21 hari imbal hasil yang dijanjikan sebesar 60 persen. Bayangkan imbal hasilnya dalam satu tahun.
Sementara ciri skema piramida dapat dilihat dari besarnya biaya investasi atau biaya pendaftaran. Selain itu, penghasilan juga didapatkan terutama dari rekrutmen dan tidak ada barang yang dijual. Artinya, jika tidak melakukan rekrutmen, berarti tidak ada pemasukan bagi si nasabah. Dalam skema piramida, semakin banyak orang yang dapat direkrut, maka semakin besar pula peluang untuk mendapatkan keuntungan. Singkatnya, orang yang berada di puncak piramida akan mendapatkan keuntungan, sedangkan orang yang berada di bawahnya hanya akan gigit jari.
Wakil Ketua Urusan Luar Negeri APLI Koen Verheyen mengatakan, ada sebuah skema piramida dengan syarat seseorang harus merekrut 15 orang yang berada di bawahnya. Dengan skema itu, pada tingkat kelima diperlukan 759.375 orang. "Sulit sekali untuk membentuk kelompok seperti itu," ujar Koen. Menurut dia, seorang pembuat jaringan bisnis MLM paling banter dapat mengumpulkan 5.000 orang saja sebagai downline-nya.
Humas APLI Widarto Wirawan mengatakan, ternyata ada orang yang memang hobi mempertaruhkan uang pada money game ini. Pernah suatu kali ditemukan seorang ibu yang uangnya dibawa kabur perusahaan money game. Ketika dikatakan bahwa ini merupakan money game yang berbahaya, ibu itu mengakui mengetahui tentang money game dan risikonya. "Saya pernah ikut perusahaan semacam ini dan uang saya pernah hilang. Saya ikut lagi karena tidak menyangka secepat ini kaburnya," ujar si ibu enteng.
Menurut Koen, jebolnya perusahaan money game karena arus kas yang masuk lama-kelamaan lebih sedikit dibandingkan dengan arus kas keluar yang harus dibayarkan kepada para nasabah. Intinya, nasabah yang masuk terlebih dahulu masih mungkin mendapatkan uang seperti yang dijanjikan, tetapi nasabah yang masuk belakangan tidak akan kebagian karena kas perusahaan sudah terkuras.
"Ada tiga cara untuk menyiasati berkurangnya arus kas ini. Pertama, dengan mengulur waktu pembayaran, menambah orang sehingga dapat menghimpun dana segar, atau kabur dengan membawa sisa uang yang ada," ungkap Koen. Ketika perusahaan money game memilih cara terakhir, barulah nasabahnya sadar permainan apa sebenarnya yang dijalankan selama ini.

Anggota jaringan
Kebanyakan penghasilan pada skema piramida dan money game bukan berdasarkan nilai penjualan barang atau jasa yang ditawarkan, melainkan dilihat dari perekrutan orang lain sehingga terbentuk satu jaringan dengan jumlah orang tertentu. Pendapatan didapatkan dari iuran yang disetorkan oleh anggota jaringan. Sebenarnya ada beberapa tips yang dapat dijadikan panduan agar masyarakat tidak terjebak pada money game.
Yang perlu diperhatikan, apakah ada barang yang dijual atau tidak. MLM bertujuan memperpendek jalur distribusi barang, sehingga ada barang yang dijual dengan harga wajar. Sebaliknya, money game atau skema piramida tidak memiliki barang untuk dijual. "Kalaupun ada barang yang dijual, biasanya hanya kamuflase saja. Misalnya Yosihiro, sabun yang dijual adalah sabun biasa, tetapi dibungkus kertas emas dan harganya jutaan rupiah," ujar Widarto Wirawan. Selain itu, distributor MLM memperoleh pendapatan dari penjualan, bukan dari rekrutmen.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman mengatakan, perusahaan MLM harus mengantungi surat izin penjualan langsung. Ke depan, pemerintah akan berusaha menertibkan perusahaan operasional money game.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Google Search



Google