Selasa, 02 Juli 2013

Industri Telekomunikasi Indonesia 2013

Industry telekomunikasi (selanjutnya telko) di Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu industry dengan pertumbuhan tercepat dalam kurun waktu 1 dekade terakhir. Semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional selama beberapa tahun terakhir telah memicu meningkatnya pendapatan kalangan menengah yang merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian Indonesia. Kalangan menengah ini jugalah yang telah memberikan kontribusi terbesar bagi industry telko di Indonesia untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan sangat luar biasa.
Sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial di mata para investor, dan tidak hanya menguntungkan bagi industry telko semata—yang memang membutuhkan basis pengguna yang besar untuk dapat terus survive—tetapi juga untuk industry lainnya yang memang bisa memanfaatkan jumlah penduduk yang sangat besar ini untuk menjadi sumber uang dan pendapatan mereka, baik untuk jangka pendek, dan terutama untuk jangka panjang.
Sejarah membengkaknya jumlah pengguna handphone di tanah air bermula dari penawaran tariff murah oleh salah satu operator yang menawarkan tariff hampir Rp 0/gratis di awal tahun 2000 silam. Satu demi satu calon pelanggan yang menganggap handphone sebagai barang mahal pun pada akhirnya mulai melirik handphone untuk melengkapi gaya hidup serta kebutuhan komunikasi mereka sehari-hari. Ditambah dengan karakter kebanyakan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan pembelian dan kepemilikan produk berdasarkan gengsi ketimbang kebutuhan, pasar handphone di Indonesia pun akhirnya meledak, dimana ledakan ini tidak hanya memberikan banjir dan tsunami fulus bagi para operator, tetapi juga bagi para vendor-nya, terutama bagi distributor produk telko dan produsen handphone, yang pada saat itu masih didominasi secara besar-besaran oleh Nokia.
Membludaknya pengguna handphone ini pada akhirnya memacu korporasi-korporasi besar, baik lokal maupun internasional untuk berinvestasi di pasar telko Indonesia, yang pada saat itu sedang mencari bentuk bisnis idealnya. Kendati industry telko merupakan industry yang sangat padat modal, tetap tidak membuat gentar banyak perusahaan yang memiliki modal besar untuk berlomba-lomba mengejar keuntungan yang disuguhkan oleh pasar telko Indonesia. Terbukti, dari hanya 3 operator yang bermain di awal, Indonesia sempat memiliki lebih dari 10 operator (GSM dan CDMA) dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
Banyaknya operator yang bermain tentunya telah membuktikan betapa sexy-nya pasar ini, dan membuat persaingan jadi semakin memanas. Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu negara dengan tariff telepon seluler paling mahal se-dunia. Namun, hanya dalam periode beberapa tahun, peringkat itupun langsung turun dengan sangat drastis, dimana Indonesia juga pernah menjadi Negara dengan tariff telepon seluler termurah di dunia, dimana ini merupakan dampak dari ketatnya persaingan di industry telko di Indonesia. Perang Tariff, perang iklan, kualitas & merk sudah merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan seringkali persaingan yang tidak sehat ini dibawa ke dalam materi iklan televisi komersial mereka, yang memang tujuan utamanya adalah untuk menjelek-jelekkan dan menjatuhkan operator lain, dan menggiring konsumen untuk menggunakan produk operator tersebut.
Tidak mengherankan, dengan total uang beredar yang mencapai + Rp 150 Triliun di industri ini hingga 2013 sekarang, telko telah memikat banyak pemain/investor untuk datang dan ikut berperang. Hingga kini, sebagian kecil operator telah berhasil memenangkan peperangan dan menikmati hasil kemenangannya di mayoritas kota-kota besar di Indonesia. Hasil dari peperangan tersebut, sama seperti peperangan pada umumnya, ada yang sudah angkat kaki dan menjual asset/saham-nya yang tersisa ke pemain lain selagi masih ada kesempatan. Ada juga yang hingga kini masih memutuskan untuk terus bertahan, kendatipun dalam kondisi yang sangat tidak sehat, tidak sanggup untuk ikut terus berperang, dan tentunya dalam jangka panjang, jika terus-menerus mengalami kondisi seperti ini, maka dipastikan juga tidak akan mampu untuk terus bertahan dari gempuran dan serangan pemain-pemain besar yang ingin memperluas area jajahannya dengan merebut sisa-sisa kekuasaan (pengguna aktif yang masih loyal/telco-users) yang masih dimiliki oleh pemain kecil ini.
Sebagai tambahan, industry telko ini tidak hanya sexy di mata investor, tetapi juga bagi para pencari kerja, dikarenakan industry telko merupakan salah satu industry dengan bayaran tertinggi setelah Pertambangan (mining), dan hampir setara dengan industry Perbankan (banking) di Indonesia. Dengan Total Cash sebagai magnet, tidak akan sulit rasanya bagi industry telko untuk mencari dan merekrut talenta-talenta terbaik yang bisa membantu operator dalam memenangkan persaingan di industry telko nasional, serta mencapai target-target bisnisnya secara keseluruhan.


Telco, Now & Then…
Tumbuh dan berkembangnya bisnis telko di Indonesia tidak hanya berhenti sampai disini. Dengan semakin matangnya pasar dan juga pemain-pemain telko, kualitas dan inovasi pun terus ikut mengalami peningkatan. Dari sisi operator, kedua hal tersebut juga merupakan penentu dan kunci kemenangan mereka dalam bersaing di pasar telekomunikasi nasional untuk jangka panjang. BTS-BTS baru di banyak area terus bermunculan, kendatipun area tersebut tidak menguntungkan secara perhitungan bisnis, dan hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke pelanggan. Tariff serta produk, baik baru ataupun lama, juga terus diluncurkan dan mengalami perubahan seiring meningkatnya jumlah pengguna baru dengan kebutuhan telekomunikasi yang berbeda-beda antara satu pengguna dengan pengguna lain. Siklus produk baru pun menjadi lebih pendek dikarenakan kompetisi serta karakter pengguna yang seringkali berubah dengan sangat cepat, dan operator pun juga harus ikut beradaptasi mengikuti perubahan ini.
Kini, pasar telekomunikasi di Indonesia bisa dikatakan sudah mulai memasuki fase kejenuhan. Total pengguna chip telepon (biasa disebut dengan SIM Card) yang beredar dan aktif digunakan di Indonesia sendiri sudah hampir menyentuh angka 250 Juta pengguna. Padahal total penduduk di Indonesia hanya mencapai 230 Juta-an. Hal ini juga tidak mengherankan, melihat kondisi saat ini dimana handphone sudah tidak lagi menjadi kebutuhan pelengkap bagi banyak orang, melainkan sudah naik menjadi kebutuhan utama/primer. Sama seperti kebutuhan primer lainnya yang setiap bulan (bahkan setiap minggu) selalu rutin dikonsumsi minimal sekali, reload (isi ulang pulsa) pun selalu rutin dilakukan oleh pengguna SIM Card minimal satu kali sebulan. Tapi tidak sedikit juga yang melakukan pengisian ulang pulsa berkali-kali dalam periode waktu 1 (satu) minggu, dan bahkan 1 (satu) hari, meskipun amount-nya tidak terlalu besar, dan hanya mengisi pulsa Rp 1,000 sampai Rp 5,000 per pengisian pulsa. Variasi nilai pengisian pulsa ini juga merupakan bentuk inovasi produk dari operator untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk melakukan pengisian pulsa sesering dan sebanyak mungkin.
Penggunaan internet yang semakin massive saat ini juga telah merubah wajah industry telko secara keseluruhan. Untuk hal ini, rasanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia, dimana operator sekarang saling berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas koneksi dan kecepatan internet-nya untuk menjaring pasar baru. Tingginya penggunaan internet telah banyak memunculkan perusahaan-perusahaan baru yang membuat berbagai macam aplikasi untuk menggantikan produk utama operator, yaitu telepon (voice) dan sms (short message services), yang selama ini telah menjadi pemasukan utama bagi semua operator yang beroperasi di Indonesia. Kendati masih belum semua pengguna telepon bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi tersebut, dikarenakan handphone yang digunakannya juga harus men-support koneksi ke internet, tetapi dalam jangka panjang, aplikasi seperti ini akan menjadi ancaman bagi operator, karena produk substitusi ini terbukti bisa menggerus pendapatan utama operator dari telepon dan sms.
Besarnya jumlah pengguna SIM Card yang sudah melebihi jumlah penduduk Indonesia sekarang tidak lepas dari peran serta Teknologi dan Informasi (IT) yang juga ikut berkembang dengan sangat pesat. Banyak produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan yang bergerak di bidang IT ini yang membutuhkan SIM Card untuk dapat digunakan dan beroperasi secara maksimal. Hingga akhirnya, semakin banyak pengguna local yang menggunakan lebih dari 1 (satu) SIM Card (multiple usage) agar produk IT lain selain handphone-nya bisa digunakan dan tidak hanya berfungsi sebagai pajangan atau pelengkap gengsi dalam pergaulannya semata. Tentunya Anda pun sudah tahu pasti, apa saja produk yang saya maksud barusan, karena produk-produk tersebut sudah sangat mudah ditemukan di pasaran disebabkan distribusi dan peredarannya yang juga sangat cepat. Sebutlah Smart Phone, Tab/Pad, modem, GPS, bahkan juga CCTV, yang baru bisa digunakan/beroperasi secara penuh setelah ditandemkan dengan SIM Card.
Ke depannya, produk seperti ini diprediksikan akan terus bermunculan dan semakin mudah didapatkan, dikarenakan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, serta juga inovasi dan kecanggihan produknya yang terus diperbaharui, yang semakin disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya, baik kebutuhan existing (saat ini), maupun kebutuhan di masa mendatang, yang sekarang mungkin masih belum disadari sepenuhnya manfaat utama dari kebutuhan tersebut untuk menunjang aktifitas dan kehidupan penggunanya sehari-hari.
Bagi operator sendiri, hal seperti ini merupakan kesempatan besar untuk membantu menambah pendapatan mereka, terutama di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan pasar yang semakin jenuh seperti sekarang.
Semakin berkembangnya pasar, yang didukung dengan meningkatnya pendapatan serta daya beli pelanggan tidak lagi menjadikan tariff yang murah sebagai senjata utama bagi setiap operator. Hal tersebut bisa saja tepat untuk memikat sebagian pelanggan, terutama pelanggan baru yang masih cenderung price-sensitive. Di mata pelanggan, tariff murah bisa membantu menghemat alokasi budget untuk pembelian pulsa, terutama bagi pelajar yang masih gemar mencoba-coba sesuatu yang baru, cenderung berubah-ubah pilihan, dan loyalitasnya akan suatu produk masih sangat kecil. Sementara bagi pelanggan lama, mengikuti tariff murah sama saja dengan mengganti nomor lamanya ke nomor baru dari operator yang berbeda, dimana bergonta-ganti nomor seperti ini juga akan membawa dampak tersendiri, dikarenakan si pelanggan tersebut harus memberitahukan nomor barunya ke semua teman-teman yang ada di phone book-nya. Aktifitas seperti ini pastinya akan membuang waktu pengguna lebih banyak, serta juga alokasi biaya tersendiri untuk mem-broadcast nomor baru ke semua teman-temannya. Tetapi secara internal perusahaan, penurunan tariff bisa membawa resiko yang sangat besar, salah satunya adalah resiko akan kecilnya Return on Investment (ROI) yang akan diperoleh oleh perusahaan jika jumlah pelanggan baru yang didapat tidak sebanding dengan investasi yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk menurunkan tariff mereka. Oleh karena itu, dengan kondisi seperti sekarang, peningkatan kualitas jaringan, pelayanan serta juga inovasi produk merupakan hal yang teramat penting.
Apapun strategi yang dipilih, operator harus lebih cermat dan berhati-hati dalam merencanakan serta menjalankan strategi untuk menggaet setiap pelanggan baru. Jangan sampai perusahaan merugikan dan mengorbankan sumber daya internal yang dimiliki, karena jika sampai kondisi tersebut terjadi, soliditas Karyawan yang selama ini terbentuk akan turut terkena imbasnya; dimana selanjutnya akan lebih sulit bagi perusahaan untuk mengimplementasikan strategi terbaiknya dengan kondisi internal yang bergejolak, kurangnya motivasi Karyawan untuk men-support perusahaan dalam mencapai target-target bisnisnya, dan di sisi lain, dengan formasi team baru yang belum memahami kondisi bisnis secara menyeluruh, akan membawa resiko jangka pendek tersendiri bagi perusahaan. Keeps focus on moving forward, but never left your people behind.

Majulah terus Industri Telekomunikasi Indonesia…!!!

Written by Bramasto Ari Wibowo
Published on Jul 02, 2013

Google Search



Google