Industry
telekomunikasi (selanjutnya telko) di Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu industry
dengan pertumbuhan tercepat dalam kurun waktu 1 dekade terakhir. Semakin
membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional selama beberapa tahun terakhir telah memicu meningkatnya
pendapatan kalangan menengah yang merupakan salah satu penggerak utama roda
perekonomian Indonesia. Kalangan menengah ini jugalah yang telah memberikan
kontribusi terbesar bagi industry telko di Indonesia untuk bisa tumbuh
dan berkembang dengan sangat luar biasa.
Sebagai
negara berkembang dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, Indonesia
merupakan pasar yang sangat potensial di mata para investor, dan tidak hanya
menguntungkan bagi industry telko semata—yang memang membutuhkan basis pengguna yang besar untuk dapat terus survive—tetapi juga untuk industry
lainnya yang memang bisa memanfaatkan jumlah penduduk yang sangat besar ini
untuk menjadi sumber uang dan pendapatan mereka, baik untuk jangka pendek, dan terutama untuk
jangka panjang.
Sejarah
membengkaknya jumlah pengguna handphone di tanah air bermula dari penawaran
tariff murah oleh salah satu operator yang menawarkan tariff hampir Rp 0/gratis
di awal tahun 2000 silam. Satu demi satu calon pelanggan yang menganggap
handphone sebagai barang mahal pun pada akhirnya mulai melirik handphone untuk
melengkapi gaya hidup serta kebutuhan komunikasi mereka sehari-hari. Ditambah
dengan karakter kebanyakan masyarakat Indonesia yang lebih
mengutamakan pembelian dan kepemilikan produk berdasarkan gengsi ketimbang kebutuhan,
pasar handphone di Indonesia pun akhirnya meledak, dimana ledakan ini tidak
hanya memberikan banjir dan tsunami fulus
bagi para operator, tetapi juga bagi para vendor-nya, terutama bagi
distributor produk telko dan produsen handphone, yang pada saat itu masih
didominasi secara besar-besaran oleh Nokia.
Membludaknya
pengguna handphone ini pada akhirnya memacu korporasi-korporasi besar, baik
lokal maupun internasional untuk berinvestasi di pasar telko Indonesia, yang pada saat itu sedang mencari bentuk bisnis idealnya. Kendati industry telko merupakan industry yang sangat padat modal, tetap
tidak membuat gentar banyak perusahaan yang memiliki modal besar untuk berlomba-lomba
mengejar keuntungan yang disuguhkan oleh pasar telko Indonesia. Terbukti, dari hanya
3 operator yang bermain di awal, Indonesia sempat memiliki lebih dari 10 operator (GSM dan CDMA) dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
Banyaknya
operator yang bermain tentunya telah membuktikan betapa sexy-nya pasar ini, dan membuat persaingan jadi semakin memanas. Indonesia
pernah tercatat sebagai salah satu negara dengan tariff telepon seluler paling
mahal se-dunia. Namun, hanya dalam periode beberapa tahun, peringkat itupun langsung
turun dengan sangat drastis, dimana Indonesia juga pernah menjadi Negara dengan
tariff telepon seluler termurah di dunia, dimana ini merupakan dampak dari ketatnya
persaingan di industry telko di Indonesia. Perang Tariff, perang iklan, kualitas
& merk sudah merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan seringkali persaingan
yang tidak sehat ini dibawa ke dalam materi iklan televisi komersial mereka, yang
memang tujuan utamanya adalah untuk menjelek-jelekkan dan menjatuhkan operator lain, dan
menggiring konsumen untuk menggunakan produk operator tersebut.
Tidak
mengherankan, dengan total uang beredar yang mencapai + Rp 150 Triliun di
industri ini hingga 2013 sekarang, telko telah memikat banyak pemain/investor
untuk datang dan ikut berperang. Hingga kini, sebagian kecil operator telah berhasil
memenangkan peperangan dan menikmati hasil kemenangannya di mayoritas kota-kota
besar di Indonesia. Hasil dari peperangan tersebut, sama seperti peperangan pada umumnya, ada yang sudah angkat kaki dan menjual asset/saham-nya
yang tersisa ke pemain lain selagi masih ada kesempatan. Ada juga yang
hingga kini masih memutuskan untuk terus bertahan, kendatipun dalam kondisi
yang sangat tidak sehat, tidak sanggup untuk ikut terus berperang, dan tentunya
dalam jangka panjang, jika terus-menerus mengalami kondisi seperti ini, maka
dipastikan juga tidak akan mampu untuk terus bertahan dari gempuran dan serangan
pemain-pemain besar yang ingin memperluas area jajahannya dengan merebut sisa-sisa
kekuasaan (pengguna aktif yang masih loyal/telco-users)
yang masih dimiliki oleh pemain kecil ini.
Sebagai
tambahan, industry telko ini tidak hanya sexy
di mata investor, tetapi juga bagi para pencari kerja, dikarenakan industry telko
merupakan salah satu industry dengan bayaran tertinggi setelah Pertambangan (mining), dan hampir setara dengan
industry Perbankan (banking) di
Indonesia. Dengan Total Cash sebagai
magnet, tidak akan sulit rasanya bagi industry telko untuk mencari dan merekrut
talenta-talenta terbaik yang bisa membantu operator dalam memenangkan
persaingan di industry telko nasional, serta mencapai target-target bisnisnya
secara keseluruhan.
Telco, Now & Then…
Tumbuh
dan berkembangnya bisnis telko di Indonesia tidak hanya berhenti sampai disini.
Dengan semakin matangnya pasar dan juga pemain-pemain telko, kualitas dan
inovasi pun terus ikut mengalami peningkatan. Dari sisi operator, kedua hal
tersebut juga merupakan penentu dan kunci kemenangan mereka dalam bersaing di
pasar telekomunikasi nasional untuk jangka panjang. BTS-BTS baru di banyak area
terus bermunculan, kendatipun area tersebut tidak menguntungkan secara perhitungan
bisnis, dan hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke pelanggan.
Tariff serta produk, baik baru ataupun lama, juga terus diluncurkan dan
mengalami perubahan seiring meningkatnya jumlah pengguna baru dengan kebutuhan
telekomunikasi yang berbeda-beda antara satu pengguna dengan pengguna lain.
Siklus produk baru pun menjadi lebih pendek dikarenakan kompetisi serta
karakter pengguna yang seringkali berubah dengan sangat cepat, dan operator pun
juga harus ikut beradaptasi mengikuti perubahan ini.
Kini,
pasar telekomunikasi di Indonesia bisa dikatakan sudah mulai memasuki fase kejenuhan.
Total pengguna chip telepon (biasa disebut dengan SIM Card) yang beredar dan
aktif digunakan di Indonesia sendiri sudah hampir menyentuh angka 250 Juta
pengguna. Padahal total penduduk di Indonesia hanya mencapai 230 Juta-an. Hal
ini juga tidak mengherankan, melihat kondisi saat ini dimana handphone sudah
tidak lagi menjadi kebutuhan pelengkap bagi banyak orang, melainkan sudah naik
menjadi kebutuhan utama/primer. Sama seperti kebutuhan primer lainnya yang
setiap bulan (bahkan setiap minggu) selalu rutin dikonsumsi minimal sekali, reload (isi ulang pulsa) pun selalu
rutin dilakukan oleh pengguna SIM Card minimal satu kali sebulan. Tapi tidak
sedikit juga yang melakukan pengisian ulang pulsa berkali-kali dalam periode
waktu 1 (satu) minggu, dan bahkan 1 (satu) hari, meskipun amount-nya tidak
terlalu besar, dan hanya mengisi pulsa Rp 1,000 sampai Rp 5,000 per pengisian
pulsa. Variasi nilai pengisian pulsa ini juga merupakan bentuk inovasi produk
dari operator untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk melakukan pengisian
pulsa sesering dan sebanyak mungkin.
Penggunaan
internet yang semakin massive saat
ini juga telah merubah wajah industry telko secara keseluruhan. Untuk hal ini, rasanya
tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia, dimana operator
sekarang saling berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas koneksi dan
kecepatan internet-nya untuk menjaring pasar baru. Tingginya penggunaan
internet telah banyak memunculkan perusahaan-perusahaan baru yang membuat berbagai
macam aplikasi untuk menggantikan produk utama operator, yaitu telepon (voice) dan sms (short message services), yang selama ini telah menjadi pemasukan
utama bagi semua operator yang beroperasi di Indonesia. Kendati masih belum
semua pengguna telepon bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi tersebut,
dikarenakan handphone yang digunakannya juga harus men-support koneksi ke internet, tetapi dalam jangka panjang, aplikasi
seperti ini akan menjadi ancaman bagi operator, karena produk substitusi ini
terbukti bisa menggerus pendapatan utama operator dari telepon dan sms.
Besarnya
jumlah pengguna SIM Card yang sudah melebihi jumlah penduduk Indonesia sekarang
tidak lepas dari peran serta Teknologi dan Informasi (IT) yang juga ikut berkembang
dengan sangat pesat. Banyak produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan yang
bergerak di bidang IT ini yang membutuhkan SIM Card untuk dapat digunakan dan
beroperasi secara maksimal. Hingga akhirnya, semakin banyak pengguna local yang
menggunakan lebih dari 1 (satu) SIM Card (multiple
usage) agar produk IT lain selain handphone-nya
bisa digunakan dan tidak hanya berfungsi sebagai pajangan atau pelengkap
gengsi dalam pergaulannya semata. Tentunya Anda pun sudah tahu pasti, apa
saja produk yang saya maksud barusan, karena produk-produk tersebut sudah
sangat mudah ditemukan di pasaran disebabkan distribusi dan peredarannya yang juga
sangat cepat. Sebutlah Smart Phone,
Tab/Pad, modem, GPS, bahkan juga CCTV, yang baru bisa digunakan/beroperasi secara
penuh setelah ditandemkan dengan SIM Card.
Ke
depannya, produk seperti ini diprediksikan akan terus bermunculan dan semakin
mudah didapatkan, dikarenakan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat,
serta juga inovasi dan kecanggihan produknya yang terus diperbaharui, yang
semakin disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya, baik kebutuhan existing (saat ini), maupun kebutuhan di
masa mendatang, yang sekarang mungkin masih belum disadari sepenuhnya manfaat utama
dari kebutuhan tersebut untuk menunjang aktifitas dan kehidupan penggunanya
sehari-hari.
Bagi
operator sendiri, hal seperti ini merupakan kesempatan besar untuk membantu
menambah pendapatan mereka, terutama di tengah persaingan yang semakin
kompetitif dan pasar yang semakin jenuh seperti sekarang.
Semakin
berkembangnya pasar, yang didukung dengan meningkatnya pendapatan serta daya
beli pelanggan tidak lagi menjadikan tariff yang murah sebagai senjata utama
bagi setiap operator. Hal tersebut bisa saja tepat untuk memikat sebagian
pelanggan, terutama pelanggan baru yang masih cenderung price-sensitive. Di mata pelanggan, tariff murah bisa membantu
menghemat alokasi budget untuk
pembelian pulsa, terutama bagi pelajar yang masih gemar mencoba-coba sesuatu
yang baru, cenderung berubah-ubah pilihan, dan loyalitasnya akan suatu produk
masih sangat kecil. Sementara bagi pelanggan lama, mengikuti tariff murah sama
saja dengan mengganti nomor lamanya ke nomor baru dari operator yang berbeda,
dimana bergonta-ganti nomor seperti ini juga akan membawa dampak tersendiri,
dikarenakan si pelanggan tersebut harus memberitahukan nomor barunya ke semua
teman-teman yang ada di phone book-nya.
Aktifitas seperti ini pastinya akan membuang waktu pengguna lebih banyak, serta
juga alokasi biaya tersendiri untuk mem-broadcast
nomor baru ke semua teman-temannya. Tetapi secara internal perusahaan, penurunan
tariff bisa membawa resiko yang sangat besar, salah satunya adalah resiko akan
kecilnya Return on Investment (ROI)
yang akan diperoleh oleh perusahaan jika jumlah pelanggan baru yang didapat
tidak sebanding dengan investasi yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk
menurunkan tariff mereka. Oleh karena itu, dengan kondisi seperti sekarang,
peningkatan kualitas jaringan, pelayanan serta juga inovasi produk merupakan
hal yang teramat penting.
Apapun
strategi yang dipilih, operator harus lebih cermat dan berhati-hati dalam
merencanakan serta menjalankan strategi untuk menggaet setiap pelanggan baru. Jangan
sampai perusahaan merugikan dan mengorbankan sumber daya internal yang dimiliki,
karena jika sampai kondisi tersebut terjadi, soliditas Karyawan yang selama ini
terbentuk akan turut terkena imbasnya; dimana selanjutnya akan lebih sulit bagi
perusahaan untuk mengimplementasikan strategi terbaiknya dengan kondisi
internal yang bergejolak, kurangnya motivasi Karyawan untuk men-support perusahaan dalam mencapai
target-target bisnisnya, dan di sisi lain, dengan formasi team baru yang belum
memahami kondisi bisnis secara menyeluruh, akan membawa resiko jangka pendek
tersendiri bagi perusahaan. Keeps focus
on moving forward, but never left your people behind.
Majulah
terus Industri Telekomunikasi Indonesia…!!!
Written by Bramasto Ari Wibowo
Published on Jul 02, 2013
Written by Bramasto Ari Wibowo
Published on Jul 02, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar